Kepulauan Seribu
Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah
kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km
pada lokasi geografis 5°23’ - 5°40’ LS, 106°25’ - 106°37’ BT sebelah
utara Jakarta. Secara administratif kawasan TNKpS berada dalam wilayah
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu
Utara, tepatnya di tiga kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau
Harapan. Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS,
106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup luas 107.489 ha (SK Menteri Kehutanan Nomor
6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari wilayah perairan laut seluas 107.489.ha
(22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau
(Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur) seluas 39,50 ha. Dengan
demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108 sesungguhnya
tidak termasuk dalam kawasan TNKpS Pulau Seribu.
Sejarah Kepulauan Seribu
Mendengar nama Pulau Seribu, pasti di
benak kita akan terlintas bayangan akan sebuah tempat yang eksotis, indah dan
merupakan salah satu wilayah yg tepat untuk para pelancong, baik dalam maupun
luar negeri. Benak seperti itu memang tidak salah. Gugusan Kepulauan Seribu
memang suatu tempat yang amat eksotis dan sangat strategis untuk menenangkan
diri dari kebisingan dan kesibukan Ibu Kota Jakarta. Tempat yang pas untuk
me-refresh pikiran yang sehari-hari “dipermainkan” oleh hiruk pikuknya ibu
kota. Namun, bila kita kembali pada sekitar 3 abad yang lalu, benak kita akan
indahnya Pulau Seribu pasti akan sirna, apalagi untuk berpelesir kesana.
Berikut sekilas mengenai sejarah dan asal-usul Pulau Seribu yang dirangkum dari
berbagai sumber.
Pada abad ke-17, pulau ini merupakan
penunjang aktivitas Pulau Onrust karena letaknya yang tidak berjauhan
dengannya. Karena menjadi penunjang, di pulau ini dibangun pula sarana-sarana
penunjang. Pada tahun 1679, VOC membangun sebuah rumah sakit lepra atau kusta
yang merupakan pindahan dari Angke. Karena itulah, pulau ini sempat dinamakan
Pulau Sakit. Saat bersamaan, Belanda mendirikan benteng pengawas. Benteng yang
dibangun ini lebih berfungsi sebagai sarana pengawasan untuk melakukan
pertahanan dari serangan musuh. Sebelum pulau ini diduduki oleh Belanda, orang
Ambon dan Belanda pernah tinggal di pulau ini.
Sekitar tahun 1800, armada laut Britania Raya menyerang pulau ini dan
menghancurkan bangunan di atas pulau ini. Sekitar tahun 1803 Belanda yang
kembali menguasai Pulau Bidadari dan membangunnya kembali. Akan tetapi Britania
kembali menyerang tahun 1806, Pulau Onrust dan Pulau Bidadari serta pulau
lainnya hancur berantakan. Tahun 1827 pulau ini kembali dibangun oleh Belanda dengan
melibatkan pekerja orang Tionghoa dan tahanan. Bangunan yang dibangun adalah
asrama haji yang berfungsi hingga tahun 1933. Pulau ini sebelum menjadi resor sempat
kosong dan tidak berpenghuni sampai dengan tahun 1970. Bahkan pulau ini tidak
pernah dikunjungi orang. Pada awal tahun 1970-an, PT Seabreez mengelola pulau
ini untuk dijadikan sebagai resor wisata. Pada kawasan Pulau Seribu terdapat
Taman Nasional yang diberi nama Taman Nasional Pulau Seribu yang mencakup 44
pulau di dalamnya dengan luas sekitar 110 Ha. Kawasan taman nasional ini
mempunyai nilai konservasi tinggi karena keanekaragaman jenis dan ekosistem
yang dimiliki. Program pelestarian taman nasional salah satunya adalah
penangkaran penyu sisik (eretmochelys imbricata), hutan mangrove dan padang
lamun di Pulau Pramuka. Pembudidayaan ikan hias banyak dilakukan di Pulau
Panggang.
Wilayah konservasi lainnya adalah Pulau
Rambut yang menjadi habitat bagi burung-burung asli Pulau Seribu termasuk Elang
Bondol yang menjadi mascot kota Jakarta. Pulau Bokor adalah kawasan konservasi
bagi kelestarian terumbu karang, mollusca dan aneka jenis biota laut yang
eksotis. Pulau Khayangan, Pulau Onrust dan Pulau Kelor memiliki banyak situs
bersejarah. Di Pulau Khayangan terdapat sisa bangunan benteng lengkap dengan
meriam peningggalan Belanda. Pulau Onrust dahulu merupakan galangan kapal VOC
dan terdapat sisa-sisa bangunan karantina haji, sedangkan di Pulau Kelor
terdapat benteng Martello yang pada masa penjajahan Belanda merupakan benteng
pertahanan bagi wilayah perairan teluk Jakarta.
Kondisi Fisik
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
tersusun oleh ekosistem pulau-pulau sangat kecil dan perairan laut dangkal,
yang terdiri dari gugus kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 gosong pulau
dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar (reef flat
1.994 ha, laguna 119 ha, selat 18 ha dan teluk 5 ha), terumbu karang tipe
fringing reef, mangrove dan lamun bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur,
dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Terdapat 3 (tiga) ekosistem utama
pembentuk sistem ekologis kawasan TNKpS, yaitu : hutan pantai, hutan
mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Secara ekologis ketiga ekosistem
utama tersebut merupakan penyangga alami bagi daratan pulau yang memberikan
sumbangan manfaat bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Daratan gugus pulau-pulau di kawasan
TNKpS bertopografi landai (datar), mempunyai tipe iklim A (Schmidt dan
Ferguson, 1951) yaitu daerah iklim tropika basah dimana dipengaruhi oleh 2
(dua) musim yaitu musim barat (Januari - Februari) dan musim timur (Juli -
Agustus). Kondisi iklim tahunan menunjukkan bahwa curah hujan di Jakarta dan
Kepulauan Seribu setiap bulannya berkisar antara 124,78 mm (bulan Agustus)
hingga 354,38 mm (bulan Januari) dengan rata-rata setiap tahunnya adalah 3.810,27
mm (BMG Jakarta, periode 1992 s/d 1996). Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu
pada musim Barat adalah sebesar 0,5-1,5 meter, sedangkan pada musim Timur
adalah sebesar 0,5-1,0 m (Dihiros TNI-AL, 1986). Tinggi gelombang sangat
bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi
kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai
dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka.
Gelombang didominasi oleh arah Timur-Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi
pada saat memasuki daerah tubir. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch
Indonesia pada bulan Nopember 1998 - Agustus 1999 di Pulau Kelapa mencatat
tinggi gelombang pada kisaran 0,05-1,03 meter dengan periode gelombang berkisar
antara 2,13-5,52 detik.
Pengukuran pada tahun 1999 (Jurusan
Teknik Geodesi-ITB) mencatat kecepatan arus di Pulau Pramuka, Pulau Panggang
dan Pulau Karya pada kondisi pasang purnama (spring tide) sebesar 5 – 48 cm/dt
dengan arah bervariasi antara 3 - 348°. Di lokasi yang sama pada kondisi pasang
perbani (neep tide) kecepatan arus tercatat sebesar 4 – 30 cm/dt dengan arah
bervariasi antara 16 - 350°. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch –
BPPT di P. Kelapa pada bulan Nopember dan Desember 1998 mencatat kecepatan arus
pada kisaran 0,6 cm/dt hingga 77,3 cm/dt dengan rata-rata kecepatan sebesar
23,6 cm/dt dengan dominasi arah arus ke arah Timur – Timur Laut. Kawasan Kepulauan Seribu memiliki
topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 meter d.p.l. dengan
tingkat abrasi pulau-pulau termasuk dalam kategori sedang sampai dengan berat.
Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara
1-1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran
rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun
karang penghalang. Atol dijumpai hampir di seluruh gugusan pulau, kecuali Pulau
Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok
dan Pulau Tikus. Air tanah di Kepulauan Seribu dapat berupa air tanah tidak
tertekan yang dijumpai sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 – 4
meter pada beberapa pulau berpenghuni. Air tanah tertekan juga dijumpai di
beberapa pulau, seperti Pulau Pari, Pulau Untung Jawa dan Pulau Kelapa (Dinas
Pertambangan DKI Jakarta). Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait
dengan penyebaran endapan sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang.
Sumber
: mustaqimzone
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda